Indonesia adalah negara besar dengan sumber daya alam yang melimpah serta potensi sumber daya manusia yang luar biasa.
Delapan puluh tahun Indonesia merdeka bukanlah waktu yang singkat dalam perjalanan sejarah bangsa. Selama kurun waktu itu, bangsa ini telah melewati berbagai dinamika, tantangan, dan ujian sejarah yang pada akhirnya membentuk wajah Indonesia hari ini.
Sejarah menunjukkan bahwa perjalanan bangsa Indonesia tidak pernah terlepas dari peran pemuda. Dalam setiap titik penting perjuangan, selalu ada jejak peran anak muda yang memberi energi perubahan.
Tahun 1908: lahirnya Budi Utomo sebagai organisasi modern pertama menandai awal kebangkitan nasional. Inilah momentum di mana pemuda mulai menyadari pentingnya persatuan dan pendidikan sebagai jalan menuju kemerdekaan.
Tahun 1928: deklarasi Sumpah Pemuda menjadi peneguhan identitas kolektif bangsa. “Satu tanah air, satu bangsa, satu bahasa: Indonesia” adalah komitmen historis yang hingga kini tetap menjadi fondasi persatuan.
Tahun 1945: kaum muda mendesak para tokoh tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan. Peristiwa Rengasdengklok adalah bukti nyata bahwa keberanian pemuda menjadi pendorong lahirnya proklamasi 17 Agustus 1945.
Peran signifikan pemuda ini tidak bisa diabaikan. Pemuda bukan sekadar pewaris bangsa, tetapi penggerak sejarah. Tanpa energi, idealisme, dan keberanian pemuda, mungkin bangsa ini tidak akan berdiri seperti sekarang.
Namun memasuki usia 80 tahun kemerdekaan, refleksi kritis perlu kita lakukan. Narasi Indonesia Emas 2045 menjadi sebuah harapan besar—Indonesia di tahun 2045 diharapkan menjadi salah satu kekuatan ekonomi terbesar dunia, dengan kualitas sumber daya manusia yang unggul. Tetapi di sisi lain, ada ironi yang harus diakui. Realitas menunjukkan masih tingginya angka pengangguran, ketimpangan akses pendidikan, dan terbatasnya lapangan pekerjaan. Data BPS (2024) mencatat pengangguran terbuka di Indonesia masih berkisar 5–6%, dengan dominasi dari kalangan muda usia produktif. Ini menandakan adanya tantangan serius dalam mempersiapkan generasi penerus.
Lalu pertanyaannya, apakah Indonesia Emas 2045 bisa terwujud? Jawabannya sangat ditentukan oleh bagaimana pemuda hari ini mengambil peran. Jika dulu peran pemuda diwujudkan melalui perjuangan fisik dan politik, maka saat ini kontribusi itu bisa berbentuk inovasi, kepemimpinan moral, dan penguasaan ilmu pengetahuan serta teknologi.
Dalam konteks globalisasi dan revolusi industri hari ini, pemuda dituntut adaptif, kreatif, dan visioner. Mereka perlu berani menjadi penggerak perubahan di berbagai sektor ekonomi, sosial, budaya, hingga politik. Pemuda juga harus memiliki kesadaran kritis untuk menjaga nilai-nilai Pancasila, memperkuat persatuan, serta melawan radikalisme dan disintegrasi bangsa.
Refleksi 80 tahun Indonesia merdeka mengajarkan satu hal penting: kemerdekaan bukanlah tujuan akhir, melainkan titik awal untuk membangun peradaban bangsa yang adil, makmur, dan berdaulat. Oleh karena itu, setiap kita terutama generasi muda tidak boleh hanya menjadi penonton, tetapi harus hadir sebagai pelaku utama dalam perjalanan bangsa ini.
Seperti yang pernah dikatakan Bung Karno: “Beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” Kalimat ini tetap relevan hingga kini, menjadi pengingat bahwa energi dan idealisme pemuda adalah modal sosial terbesar untuk mewujudkan Indonesia yang benar-benar merdeka, berdaulat, dan sejahtera.
Maka, pada usia 80 tahun kemerdekaan ini, mari kita jadikan refleksi ini sebagai panggilan moral. Indonesia emas bukan sekadar mimpi, tetapi proyek kolektif yang harus dihidupkan dengan semangat kerja keras, kolaborasi, dan inovasi pemuda. Dengan demikian, cita-cita bangsa yang telah diperjuangkan sejak dahulu dapat benar-benar diwujudkan.
Ditulis oleh: Qholib Ajib
0 Komentar